Belajar Ke-Indonesia-an, Pergilah ke Belanda

ittifaqiah.ac.id_Leiden; Mengusung misi jalin kerjasama dan peluang beasiswa bagi santri dan mahasiswa Institut Agama Islam Al-Quran Al-Ittifaqiah di negeri kincir angin. Pimpinan bersama Atase Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia untuk Belanda berkunjung ke universitas tertua di eropa Universitas Leiden.

Bukan hanya tertua, universitas yang didirikan pada tahun 1575 oleh Pangeran Willem van Oranje terkenal dengan perpustakaannya.

Jendela Indonesia ada di belanda, begitu beberapa akademisi dan sejarawan menyebut perpustakaan Leiden. Bukan tanpa alasan karena diperpustakaan yang berusia lebih 434 ini punya banyak koleksi tentang Indonesia. Koleksi manuskrip kunonya bahkan lebih banyak ketimbang yang dimiliki Perpustakan Nasional Republik Indonesia.

Perpustakaan yang mulai dibuka sejak 31 Oktober 1587 ini, menyimpan banyak koleksi. Terdapat 26 ribu manuskrip kuno tentang Indonesia ada di Universitas Leiden. Sementara Perpustakaan Nasional sendiri hanya mengoleksi 10,3 ribu manuskrip kuno. Tak sampai separuh dari yang dimiliki perpustakaan Leiden.

“Kalau mau mengenal Indonesia, orang Belanda tidak perlu ke Asia, cukup hanya ke perpustakaan Leiden. Ini bukti nyata begitu pentingnya dokumentasi dan administrasi. Kalau begini jadinya terbalik, orang Indonesia harus ke Belanda kalau mau belajar tentang Indonesia”, tulis Mudir.

Pasca universitas Leidin, Atikbud KBRI kembali mengajak rombongan menuju Mahkamah Internasional/International Court of Justice.

Mahkamah Internasional adalah sebuah badan kehakiman utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Fungsi utama Mahkamah ini adalah untuk mengadili dan menyelesaikan sengketa antar negara-negara anggota dan memberikan pendapat-pendapat bersifat nasihat kepada organ-organ resmi dan badan khusus PBB.

Beranggotakan lima belas orang hakim yang menjabat selama sembilan tahun dan dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan. Lembaga peradilan Internasional ini didirikan pada tahun 1945 dan Mahkamah ini bersidang di Istana Perdamaian.

Walau terdapat beberapa kasus kejahatan luar biasa seperti genosida dan kejahatan perang lainnya. Mahkamah ini lebih didominasi pada penyelesaian kasus sengketa tapal badan sebuah negara.

Mahkamah ini kembali mengingatkan kita pada sengketa pulau Ligitan dan pulau Sipadan pada 1998 antara Indonesia dan Malaysia. Tahun 2002 Indonesia harus mengikhlaskan kepemilikan dua pulau tersebut berdasarkan hasil putusan hakim mahkamah ini.