Oleh: Sari Nopalisa Putri (Alumnus PPI 2010)

Menulis essay terkait pengalaman, mengajak ingatan saya kembali pada lima tahun silam saat saya meninggalkan Indonesia demi melanjutkan sebuah cita yang saya bangun bertahun-tahun lamanya. lima tahun belakangan ini saya berada nun jauh dari daerah tercinta, tidak mudah terpisah dalam jarak dengan keluarga dan kerabat juga kenangan manis kami bersama.

Cairo, bumi kinanah yang diberkahi Allah SWT adalah tempat yang Dia pilih untuk saya selama ini, dan Alhmdulillah kini saya sudah menyelesaikan program sarjana Strata-1, bergelar LC dengan predikat ‘Cumlaude’.

Tidak ingin berhenti sampai tahap ini saja, saya berencana melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi agar meraih kematangan berfikir, bersikap lebih bijak namun mengenai saran dalam menghadapi pergolakan pemahaman bidang keagamaan yang marak terjadi di Indonesia.

 

10959614_1090655967626667_5409925903898826943_nTidak mudah memang menjadi generasi baru dalam sebuah masyarakat yang sudah terbentuk sekilan lama oleh budaya, adat dan kelaziman yang mengakar, namun inilah bagian terbesar dari sebuah cita dan asa yang tertanam dalam diri, bahwa saya akan lakukan yang terbaik untuk Indonesia dan engkau Ogan Ilir tercinta.

Sekilas tentang Al-Azhar, Suasana belajar di Negeri Pyramid ini sangatlah berbeda dengan belajar di Indonesia, Musim panas dan musim dingin tentu menjadi tantangan tersendiri bagi seorang Thoolibul Ilmi. Kuliah yang di gelar ketika musim dingin bersama jaket tebal, ujian semester di tengah puncak musim dingin, menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi mahasiswa/i di sana.

Di tengah suasana liburan musim panas pun mahasiswa/i di sini masih menyempatkan Talaqqi atau belajar, ketika Universitas libur selama 3 bulan setiap tahunnya, mahasiswa disini menyibukkan diri dengan belajar langsung atau Halaqah keilmuan bersama para syeikh, atau kegiatan lainnya, seperti beorganisasi, mengikuti Les bahasa asing dan lain sebagainya.

Suasana di dalam ruang kuliah pun sangat berbeda, untuk Strata 1 misalnya, kuliah digelar layaknya kuliah umum di sebuah aula, para pengajar dilengkapi dengan microphone agar suaranya terdengar jelas, maklum saja, satu ruangan diisi ratusan mahasiwa. Sedikit telat saja, kita tak akan mendapat tempat duduk dan harus berdiri sampai materi kuliah selesai.

Sukses atau tidaknya kuliah di Al-Azhar sebenarnya sangat bergantung pada diri kita sendiri. Ketekunan dan keseriusan seorang mahasiwa sangat dituntut di sini, tidak ada istilah “pendekatan” ke dosen atau sebagainya, tidak ada istilah curang ketika ujian. Semua yang dihasilkan adalah murni hasil keringat sendiri.

Anda tidak percaya? Silahkan nyontek ketika ujian, walhasil Al-Azhar men-skorsing Anda 2 tahun tidak diperbolehkan kuliah.
Lain lagi kalau bercerita tentang hasil ujian, Alhamdulillah jika semua mata kuliah berhasil Anda lewati, Anda bisa beranjak ke tingkat atau semester berikutnya, namun bila ada 3 saja mata kuliah yang gagal, anda terpaksa harus mengulang tahun depan, tidak ada istilah remedial atau perbaikan nilai.

10341699_1090656034293327_3205013882289245650_n

Perpustakaan Al-Azhar

Di Al-Azhar juga tidak diberlakukan absen atau daftar hadir, tidak ada hubungannya kehadiran dengan nilai dan keilmuan, siapa yang sadar akan pentingnya ilmu, Insyaallah ia akan selalu hadir kuliah, siapa yang lalai ia akan tertinggal.

Belajar di Universitas Al-Azhar, semuanya beranjak dari kesadaran, sebesar mana kesadaranmu, sebesar itulah keuntunganmu. Semuanya dimulai dengan keikhlasan niat Lillahi Ta’ala. Tanpa paksaan, tanpa dorongan dan tanpa iming-iming sesuatu.

Hadis dan Ilmu Hadis, menjadi jurusan pilihan saya ketika saya belajar disana. Ogan Ilir dengan segala bentuk aktivitas pendidikan didalamnya, adalah sebuah cita-cita besar saya dapat menjadi bagian penting dalam melestarikan warisan budaya, tradisi dan ilmu yang sudah baik serta memeberikan warna baru bagi dunia kajian keislaman di era kekinian.

Sebut saja bidang kajian Hadis dan Ilmu Hadis, salah satu ilmu penting dalam agama kita ini memang sejak lama diberikan selama ini masih bersifat klasik, ilmu yang jarang sekali terjamah oleh kalangan masyarakat umum, belum lagi konflik panjang seputar otensitas keabsahan suatu hadis apakah sebenarnya hadis tersebut di terima dan di amalkan atau malah harus di tolak karena suatu kondisi tertentu-tidak dapat terselesaikan dalam masyarakat, ini dirasakan karena kurangnya perhatian terhadap disiplin ilmu yang menopangnya yaitu ilmu-ilmu hadis .

Lalu sampai kapan masyarakat kita yang mayoritas muslim ini ragu terhadap sumber hukumnya sendiri tanpa mencri solusi?. “Mempelajari Hadis dan Ilmu Hadis, tidak hanya berhenti pada tahap menjadi pendengar pasif”, hal itu yang ada dalam benak saya ketika memberanikan diri saya untuk memilih jurusan Hadis dan Ilmu Hadis di Al-Azhar tercinta.

Ingin sekali memberikan nuansa baru dalam teknik pembelajaran agar tidak lagi terdengar berat, sulit ataupun jenuh bagi kalangan masyarakat.
Terakhir, mungkin pesan dari saya bagi pembaca, agar tetap selalu semangat untuk mencari ilmu, karena dengan ilmu kita bisa menguasai dunia, dengan ilmu dapat mengarahkan manusia pada amalan yang benar, dan dengan ilmu akan memudahkan kita menuju jalan ke Syurga.