Oleh: H. Bahrum Amir, Lc, M.Ed
Istilah hijrah sudah tidak asing lagi bagi umat islam yang secara bahasa berasal dari kata haajara – yuhaajiru – hijrotan yang mengandung arti pindah/meninggalkan/berubah.
Istilah hijrah masyhur didapatkan dalam penamaan penanggalan islam yang berpatokan setelah hijrahnya Rasulullah SAW atau yang disebut dengan kategori Hijrah makaniyah (pindah tempat). Namun masih ada makna lain yang harus diwarisi terus oleh kita umat islam yang secara aqidah (Hijrah I’tiqodiyah yang termasuk Hijrah Ma’nawiyah) berkaitan terus dengan jalannya kehidupan umat manusia dimuka bumi Allah ini.
Hijrah Rasulullah SAW dan para sahabat dari kota Makkah ke Madinah merupakan titik tolak untuk memasuki era perubahan. Dimulai dari era diklat (pendidikan dan pelatihan) akidah (tauhid) selama 13 tahun di Mekah al-Mukarramah, yang serat dengan himpitan kesulitan, secara sosial ekonomi karena embargo para kaum quraisy disertai pula dengan berbagai siksaan terhadap kaum muslimin pada saat itu. Kemudian hijrah menuju masa perubahan kepada pembinaan dan penataan hukum dan sosial di Madinah selama 10 tahun. Oleh karena itu ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah (makiyyah) mayoritas membahas tentang tauhid keesaan Allah SWT, sedangkan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah (Madaniyah) mayoritas membahas tentang masalah hukum dan sistem kehidupan sosial masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa menciptakan kehidupan sosial dan tatanan hukum yang ideal, akan sangat mudah diterapkan jika keimanan (akidah) telah melekat kuat.
Akidah atau keyakinan adalah sesuatu yang menjadi penentu setiap amal kita. Tanpa sebuah keyakinan dalam setiap amal, niscaya tidak akan sukses amal tersebut. Karena begitu pentingnya akidah dalam diri kita, maka inilah sesuatu yang pertama kali harus kita hijrahkan. Hijrah menuju aqidah yang benar.
Diakui atau tidak, selama hidup ini, kita sering bersinggungan dengan keyakinan yang kurang benar, baik dalam hal kesehatan, pekerjaan, jodoh dan lain sebagainya. Dan terkadang tidak banyak di antara kita yang menyadarinya padahal perbuatannya sudah mendekati bahkan masuk dalam ruang lingkup kesyirikan. Anehnya bentuk-bentuk perbuatan yang mendekati pengotoran keyakinan atau Akidah saat ini mulai dilegalkan. Dengan sedikit memolesnya, seolah pelanggaran keyakinan tersebut menjadi tak masalah, ini kita dapatkan dibeberapa media elektronik yang sudah secara vulgar mendukung bentuk pelanggaran keyakinan atau Aqidah tersebut, misalnya ramalan jodoh, ramalan nasib, praktik perdukunan modern dan sebagainya.
Hijrah aqidah, menjadi sebuah keharusan bagi setiap muslim, sehingga ia menjadi seorang muslim yang sebenarnya, muslim yang memiliki salimul aqidah.
Seseorang dikatakan hijrah atau pindah jika telah memenuhi dua syarat, yaitu pertama ada sesuatu yang ditinggalkan dan kedua ada sesuatu yang dituju (tujuan). Kedua-duanya harus dipenuhi oleh orang yang berhijrah mengadakan perubahan. Seseorang yang telah meninggalkan tempat tertentu tapi tidak ada tujuan maka ia tidak bisa disebut telah hijrah atau pindah, sebaliknya orang yang telah menuju suatu tempat tapi tidak pernah meninggalkan tempat itu (yang lama) juga tidak dapat dikatakan telah hijrah.
Hijrah pada zaman sekarang atau era modern adalah bagaimana kita bisa merubah dari hal yang tidak baik menjadi baik dan dari yang baik terus berusaha bagaimana meningkatkannya lebih baik lagi dalam hal mencapai keridhoaan Allah SWT secara fardi (individu) dan Jama’i (bersama-sama).
Hijrah fardi individu : Dengan merubah segala tabiat dan keperibadian diri yang tidak baik terhadap Allah SWT, Rasulnya, dan sesama manusia kepada hal-hal yang sesui dengan ajaran serta perintah Allah dan Rasul-Nya.
Dalam perjalanannya prilaku kepribadian manusia tidak terlepas dari degradasi dan pergeseran nilai. Pergeseran dari kepribadian mulia (akhlaqul kariimah) menuju kepribadian tercela (akhlaqus sayyi’ah). Ini terjadi karena nilai-nilai prinsip akidahnya mulai luntur serta menipis, keimanannya terkikis dengan seringnya maksiat kepada sang pencipta, sehingga tidak aneh jika bermunculan berbagai tindak amoral ditengah masyarakat kita. Pencurian, perampokan, pembunuhan, pelecehan, penghinaan dan pencemaran nama baik seolah telah menjadi biasa dalam masyarakat kita. Risywah (sogok menyogok), manipulasi hampir bisa ditemui di mana-mana. Sangat tepat jika kita mengkoreksi akhlaq dan kepribadian kita masing-masing untuk kemudian menghijrahkan diri kita menuju pribadi yang berakhlaq mulia.
Karena reformasi atau perubahan sebuah bangsa yang baik tidak akan tercapai tanpa adanya proses pembangunan dari individu-individu yang menjadi bagian dari bangsa itu sendiri.
Orang yang meniatkan dirinya untuk berhijrah atau merubah dirinya sungguh sangatlah berat, karena di samping harus memiliki kesabaran, juga dituntut memiliki ketahanan keyakinan atau Akidah agar tidak mudah terbujuk rayuan dan godaan dari kenikmatan dunia yang fana, dan memiliki ketangguhan diri dan tidak mudah luntur ketika mendapatkan ujian serta rintangan yang setiap saat menghalanginya, berusaha membedakan diri walaupun mereka hidup di tengah-tengah orang banyak, karena ciri khas seorang muslim yang menjunjung tinggi akidahnya adalah “yakhtalitun walaakin yatamayyazun” (bercampur baur namun memiliki ciri khas tersendiri tidak terkontaminasi.
Hijrah Jema’ai (bersama-sama) : Jemaah adalah sebuah bangunan pertahanan dan kekuatan umat islam.
Ada tiga prinsip kekuatan umat muslim yang tercantum dalam Sarat al-Baqoroh ayat :218,
إِنَّ الَّذِيْنَ آمنُوْا وَالذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ الله أُولئكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَةَ اللهِ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ.
Artinya: sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (al-Baqoroh ayat :218)
Secara umum tiga prinsip yang tertuang dalam ayat tersebut adalah : keyakinan, perubahan dan perjuangan. Ketiga prinsip hidup tersebut harus berjalan serasi, sejalan dan seiring agar tujuan sebuah kaum atau jema’ah dapat tercapai.
Keyakinan atau iman adalah dasar untuk berjuang dalam melakukan perubahan. Dan sangat mustahil ada perubahan tanpa perjuangan. Demikian halnya, mustahil ada perjuangan tanpa ada keyakinan. Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam Al;qur’an :
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”
Hampir dapat dipastikan, tidak ada perubahan menuju yang lebih baik tanpa sebuah prinsip perjuangan. Betapapun rapinya suatu program jema’ah atau katakanlah sebuah bangsa, jika tanpa ada prinsip yang dijadikan pedoman maka tidak akan dicapai hasil yang memuaskan. Bahkan boleh jadi semuanya akan kacau tak terarah. Demikian halnya dengan sebuah jema’ah, mutlak memerlukan prinsip yang diharapkan menjadi dasar dalam berbuat untuk mencapai tujuan jem’ah yang diinginkan. Supaya semua itu dapat tercapai, maka prinsip perjuangan yang telah diyakini diatas harus senantiasa dijaga, dipelihara, dilestarikan dan dipertahankan demi tercapainya hasil sebuah perjuangan.
Kekuatan jema’ah tersebut dituntut untuk senantiasa ada ditengah-tengah umat islam, dan lahirnya jemaah yang kuat berasal dari individu-individu yang kuat tergabung dalam sebuah shof jemaah yang saling bergandengan dan bersentuhan baik secara lahir dan bathin.
Dan ketika jemaah mulai untuk melemah dan bermalas-malasan maka hijrahnya adalah dengan saling nasehat-menasehati dan saling menguatkan satu sama lainnya sehingga tercipta perpindahan jemaah yang loyo menjadi jemaah yang kuat.
Dan diakhir tulisan ini mari kita mengenang bahwa prestasi keberhasilan dakwah dan kemenangan dalam sejarah dakwah Nabi SAW semua terjadi setelah hijrahnya Rasul SAW ke kota madinah, jadi tepat sekali ketika negeri kita ini menginginkan sebuah kemajuan dan kejayaan seyogyanyalah untuk memulai dari sekarang untuk melakukan hijrah Fardi maupun Jama’i. Waallu’alam
Nama : H. Bahrum Amir, Lc, M.Ed
Alamat : Desa Lorok Indralaya Utara
Telp : 081210738268
Email : bahrum_amir@yahoo.co.id