Reputasi PPI di Mata Al-Azhar dan Kontribusi Nyata Kaderisasi Ulama Indonesia

Oleh MS.Tjik.NG

Bismillahirrahmanirrahim
Tidak semua pesantren di Indonesia memiliki hubungan yang hangat dan berkelanjutan dengan Universitas Al-Azhar Kairo—lembaga pendidikan Islam tertua dan paling disegani di dunia. Namun Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah (PPI) Indralaya tampaknya memiliki keistimewaan tersendiri.

Momen Senin, 01 Desember 2025, sebuah peristiwa penting menjadi penanda bagi perjalanan panjang pesantren ini: sebanyak 111 santri PPI diterima dan diberangkatkan untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Mesir, dilepas langsung oleh pengasuh pesantren, KH. Mudrik Qori.

Bagi sebagian orang, angka 111 mungkin terlihat sekadar data. Namun bagi dunia pendidikan Islam Indonesia, ini merupakan sebuah capaian monumental. Tidak banyak lembaga yang mampu mengirim santri ke Al-Azhar dalam jumlah besar secara konsisten apalagi mencapai ratusan dalam satu angkatan. Sejarah mencatat bahwa hanya pesantren-pesantren dengan reputasi kuat yang mendapat kepercayaan demikian dari pihak Al-Azhar.

Artikel ini mencoba mengupas secara ilmiah dan populer tentang bagaimana reputasi itu dibangun, mengapa Al-Azhar memberi kepercayaan sebesar itu kepada PPI, serta apa makna kontribusinya bagi kaderisasi ulama Indonesia.

1.Jejak Sejarah Hubungan Pesantren Nusantara dan Al-Azhar

Sejak abad ke-19 para pelajar Nusantara telah datang ke Mesir. Nama-nama seperti Syekh Abdusshomad Al-Falembani Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syekh Mahfuz at-Tarmasi, hingga generasi lebih muda seperti Buya Hamka, M. Natsir, Prof. Quraish Shihab, hingga tokoh seperti KH. Salahuddin Wahid semuanya menegaskan betapa erat hubungan intelektual Al-Azhar dengan dunia Islam Nusantara.

Namun kedekatan historis itu tidak serta merta menjadi karpet merah.
Al-Azhar tetap memegang standar ketat: kemampuan bahasa Arab, penguasaan kitab turats, akhlak, dan disiplin akademik. Karena itu, hanya pesantren yang benar-benar menyiapkan calon mahasiswa dengan baik yang diterima dalam jumlah signifikan.

Di titik ini, PPI Indralaya memasuki panggung sejarah.

2 PPI: Dari Indralaya Menuju Panggung Dunia

Jika ditarik garis sejarahnya, PPI dibangun dari pondasi kesederhanaan namun memiliki visi besar: membentuk generasi yang ‘alim, berakhlak, dan bertanggung jawab atas masa depan umat. Di bawah kepemimpinan KH. Mudrik Qori, pesantren ini tumbuh pesat. Fasilitas diperkuat, kurikulum diperbarui, integrasi keilmuan diperluas, dan jejaring internasional diperkuat.

Yang membuat PPI mencolok bukan hanya jumlah santri atau luasnya komplek pesantren, melainkan ritme kaderisasi ilmiah yang dibangun secara terencana. Bahasa Arab bukan sekadar pelajaran, tetapi atmosfer. Pembiasaan membaca kitab kuning dilakukan dalam sistem yang berjenjang. Keberanian santri tampil, berdiskusi, dan berdebat ilmiah dilatih secara bertahap.

Hasilnya?
PPI menjadi salah satu pesantren di Sumatera Selatan yang paling banyak mengirim alumni ke Al-Azhar setiap tahun, dan puncaknya pada November 2025—rekor 111 santri diterima sekaligus.

3.Mengapa Al-Azhar Memberi Kepercayaan Besar kepada PPI?

a. Konsistensi Kualitas Kurikulum

Al-Azhar terkenal memiliki standar tinggi dalam seleksi mahasiswa. Untuk diterima melalui jalur rekomendasi pesantren, sebuah lembaga harus membuktikan kualitas pendidikannya secara konsisten.
PPI memenuhi ini lewat:

penguasaan kitab kuning yang sistematis

pembiasaan debat ilmiah (munazharah)

kemampuan bahasa Arab aktif

manajemen pendidikan yang rapi

Kualitas yang stabil dari alumni sebelumnya membuat Al-Azhar semakin percaya.

b. Jejaring resmi dan informal

Hubungan personal para masyayikh dan dosen Al-Azhar dengan pimpinan PPI menjadi faktor penting. KH. Mudrik Qori dikenal sebagai kiai yang aktif membangun komunikasi akademik dengan banyak lembaga internasional. Hal ini menambah kepercayaan bahwa PPI adalah lembaga yang serius dalam pengiriman kader ilmiah.

c. Reputasi alumni PPI di Al-Azhar

Ini faktor terbesar.
Al-Azhar menilai bukan hanya dokumen, tetapi performance alumni yang sudah belajar di Mesir. Banyak alumni PPI yang dikenal disiplin, santun, aktif belajar, dan tidak pernah terlibat masalah sosial. Reputasi positif itu membuat Al-Azhar dengan penuh keyakinan terbuka menerima gelombang baru dari PPI.

4 Makna Angka “111”: Simbol Lompatan Peradaban

Jumlah 111 santri bukan sekadar angka administratif. Ia adalah simbol lompatan epistemik:

111 calon ulama muda

111 intelektual muslim masa depan

111 kader akademisi

111 duta pesantren Nusantara di Timur Tengah

111 agen moderasi Islam Indonesia

Jika 80% dari mereka kelak pulang dan mengabdi, maka Sumatera Selatan dan Indonesia akan memiliki sumber daya ulama yang sangat kuat untuk 20–30 tahun ke depan.

5.Kiai Mudrik Qori: Arsitek Kaderisasi PPI

Ada momen yang sangat diingat oleh banyak orang pada hari pelepasan santri tersebut. Ketika KH. Mudrik Qori memberikan pesan khusus dengan suaranya yang penuh wibawa namun lembut:

“Pergilah kalian membawa nama baik pesantren. Belajarlah dengan serius, jaga akhlak, dan jadilah manfaat bagi umat ketika pulang.”

Ini bukan sekadar nasihat, tetapi kepercayaan besar.
KH. Mudrik Qori memposisikan ilmu bukan sebagai kebanggaan pribadi, tetapi sebagai amanah yang harus dijaga. Di bawah kepemimpinan beliau, PPI berkembang menjadi lembaga yang tidak hanya mendidik, tetapi juga menginspirasi.

6.Dampak bagi Indonesia: Membangun Masa Depan Keulamaan

a. Menjawab krisis ulama

Indonesia menghadapi tantangan kekurangan ulama muda yang menguasai dua kompetensi sekaligus: keilmuan klasik yang kuat dan wawasan modern yang luas. Alumni Al-Azhar dikenal mampu menjembatani dua dunia tersebut.

b. Moderasi Islam

Al-Azhar adalah rujukan dunia Islam dalam hal moderasi. Alumni yang pulang akan membawa corak keislaman yang:

toleran

menghargai perbedaan

ilmiah

antiradikalisme

sekaligus teguh dalam prinsip akidah Sunni

Ini penting bagi masa depan keagamaan Indonesia.

c. Penguatan institusi pendidikan Islam

Ketika alumni alumni PPI kembali, mereka akan menjadi:

pengasuh pesantren

dosen perguruan tinggi Islam

peneliti

mubaligh

penulis dan cendekiawan

Dari Indralaya, gelombang pengetahuan ini akan memancar ke seluruh Sumatera Selatan, dan kemudian ke dunia nasional.

7.Perspektif Sosiologis: Pesantren sebagai Kekuatan Sosial

Keberangkatan 111 santri ini tidak dapat dilepaskan dari dinamika sosial masyarakat Sumatera Selatan. Pesantren di sana berkembang bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai pusat pemberdayaan masyarakat. Orang tua melihat pendidikan di PPI bukan sebagai pilihan pinggiran, tetapi sebagai jalur peradaban.

Dukungan masyarakat sekitar membuat PPI kuat secara sosial. Ini memperkuat internalisasi nilai–nilai seperti:

disiplin

kemandirian

kebersamaan

identitas keislaman yang inklusif

Dengan demikian, keberangkatan 111 santri bukan hanya prestasi pesantren, tetapi prestasi masyarakat Sumatera Selatan secara kolektif.

8 Peran Negara dan Harapan ke Depan

Sebagai lembaga yang menyumbang ratusan calon ulama, pemerintah seharusnya:

memberikan dukungan beasiswa

memfasilitasi jalur akademik lanjutan

melibatkan alumni dalam penguatan moderasi beragama

memberikan ruang studi lanjut hingga S2–S3 di luar negeri

Indonesia tidak boleh menyia-nyiakan momentum besar ini.

PPI telah menjalankan tugasnya.
Kini bola berada di tangan negara dan masyarakat.

-888-

9 Penutup: Dari Indralaya untuk Peradaban Islam Nusantara

Keberhasilan PPI mengirim 111 santri ke Al-Azhar bukanlah kejadian biasa. Ia lahir dari:

kepemimpinan kiai yang berwawasan jauh

kerja keras dewan guru

disiplin santri

dukungan masyarakat

hubungan intelektual dengan dunia Islam internasional

Di masa depan, alumni yang kini belajar di Mesir akan menjadi wajah baru ulama Indonesia. Mereka akan menjadi jembatan antara tradisi klasik dan tuntutan zaman modern.

Pada akhirnya, reputasi PPI di mata Al-Azhar adalah buah dari kerja kolektif yang dijaga bertahun-tahun. Dan kontribusi terhadap kaderisasi ulama Indonesia adalah warisan besar yang akan dikenang jauh ke masa depan.

PPI telah membuktikan dirinya bukan hanya sebagai pesantren daerah, tetapi sebagai institusi global—yang dari Indralaya, memancarkan cahaya ilmu hingga ke pusat peradaban Islam dunia.

والله اعلم بالصواب

C05122025, Tabik 🙏

Referensi :

1.Muhammad Afifi al-Akiti, The Madrasa Tradition and the Modern Islamic World, Oxford Centre for Islamic Studies.

2 Hassan Hanafi, Al-Azhar and the Contemporary Islamic Thought, Cairo University Press.

3.Badan Litbang Kemenag RI, Peta Pesantren di Indonesia (2022).

4.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Lentera Hati.

5.Tim Peneliti Kairo, Indonesian Students in Al-Azhar, Cairo Report Series (2019).