A. Periode 1918-1922

bK.H. Ishak Bahsin, Ulama besar lulusan al-Azhar Mesir, pada periode ini mulai melaksanakan pengajaran ilmu-ilmu keislaman di rumah beliau di Sakatiga Kecamatan Indralaya dengan menggunakan kitab-kitab kuning yang beliau pelajari di al-Azhar, Kairo, Mesir. Sistem yang digunakan masih bersifat tradisional, non klasikal, non madrasah. Periode ini merupakan embrio dari madrasah formal yang beliau dirikan pada tahun 1922.

B. Periode 1922-1942

Pada tahun 1922 K.H. Ishak Bahsin mendirikan dan memimpin Madrasah Ibtidaiyah Siyasiyah Islamiah Alamiyah di Sakatiga, sebuah madrasah formal dengan masa belajar 8 tahun. Selama 10 tahun madrasah ini melaksanakan program pendidikannya dibawah rumah penduduk. Jumlah muridnya lebih kurang 100 orang, K.H. Ishak Bahsin sendiri bertindak sebagai pimpinan dan guru, dibantu oleh beberapa orang guru bantu.

Pada tahun 1932 dibangun gedung madrasah dengan ruang belajar berjumlah 5 lokal. K.H. Ishak Bahsin tetap memimpin madrasah ini dibantu oleh 7 orang guru, yaitu K.H. Bahsin Ishak, K.H. Marwah, K.H. Bahri Pandak, K.H. Ahmad Qori Nuri, K.H. Abdullah Kenalim, K. Muhammad Rosyad Abdul Rozak dan K. Abdul Rohim Mandung.

K.H. Ishak Bahsin wafat tahun 1936. Kepemimpinan madrasah itu dilanjutkan oleh anak beliau K.H. Bahsin Ishak. Pada tahun 1942, saat madrasah ini memiliki 300 santri dan gedung madrasah dibakar orang tak dikenal. Saat itu bertepatan dengan pendudukan Jepang sehingga madrasah ini bubar.

C. Periode 1949-1962c

Tahun 1949, atas prakarsa K.H. Ahmad Qori Nuri, mengajak K.H. Ismail Mahidin, H. Yahya Mahidin dan para anggota Partai Syarikat Islam Indonesia Sakatiga, gedung madrasah yang sudah terbakar dibangun kembali.

Pada tanggal 31 Agustus 1950 dengan modal 70 orang murid dimulai kegiatan belajar madrasah dengan nama baru Sekolah Menengah Islam (SMI) Sakatiga, dipimpin oleh K.H. Ismail Mahidin. Pada saat ini guru-guru yang mengajar adalah K.H. Ismail Mahidin, K.H. Ahmad Qori Nuri, K.H. Nawawi Bahri, K.H. Mansur, K. Ilyas Ishaq dan K.H. Subki Syakroni.

Sekolah Menengah Islam ini memiliki dua tingkatan pendidikan, yaitu Ibtidaiyah (setara Tsanawiyah sekarang) masa belajar 4 tahun dan Tsanawiyah (setara Aliyah sekarang) masa belajar 3 tahun. Tahun 1954, saat santri berjumlah 250 orang, K.H. Ismail Mahidin berpulang ke Rahmatullah. Pimpinan SMI diamanatkan kepada K.H. Ahmad Qori Nuri.

Dalam upaya mengembangkan madrasah ini, K.H. Ahmad Qori Nuri menambah 3 lokal ruang belajar sehingga seluruhnya menjadi 8 lokal, dan menambah tenaga guru baik untuk mata pelajaran agama maupun umum, yaitu K.H. Zainudin, K.H Kholil Hajib, K.H. Bayumi Yahya. K. Moh. Ali Hasyim (guru agama), Tho’ifi Bahri, Sukarno, Faruq, Swasto dan Masri Asmawi (guru umum). Sampai tahun 1962 murid SMI berjumlah 400 orang.

D. Periode 1962-1967

Pada awal periode ini, tahun 1962, nama SMI diubah menjadi Madrasah Menengah Atas (MMA) Sakatiga, karena menyesuaikan dengan peraturan Departemen Agama waktu itu. Tingkatan pendidikannya terdiri dari Tsanawiyah (setara SMP) masa belajar 4 tahun dan Aliyah (setara SMA) dengan masa belajar 3 tahun.

Pada era ini, K.H. Ahmad Qori Nuri selaku pimpinan, melakukan modernisasi kurikulum, terutama untuk mata pelajaran umum, sesuai perkembangan zaman pada saat itu. Mata pelajaran umum untuk tingkat Tsanawiyah disesuaikan dengan SLTP, sedang untuk tingkat Aliyah disesuaikan dengan SLTA.

Seiring dengan bertambahnya jumlah murid, maka K.H. Ahmad Qori Nuri menambah 3 ruang belajar lagi sehingga menjadi 11 lokal dan menambah tenaga guru hingga seluruhnya berjumlah 17 orang yang terdiri dari guru agama 13 orang dan guru umum 4 orang. Guru-guru agama ialah K.H. Ahmad Qori Nuri, K.H. Zainuddin, K.H. Kholil Hajib, K.H. Bayumi Yahya, K. Moh. Ali Hasyim, K.M. Amin Nuri, K.H. A. Hamid Nuri, K. Buhairi Nuri, K. Fuad Hasyim, K.H. Marzuki, K. A. Wahab Hanan, K. Abd. Gani Mukhtar, K.H. Abdullah Yahya. Guru-guru umum ialah Ida Makmur, Ahmad Lutfi, A. Aziz Manan dan Asmuni.

Dalam era ini, MMA mengalami kemajuan pesat sesuai zamannya. Jumlah santri mencapai 527 orang, berdatangan tidak hanya dari Sumatera Selatan tetapi juga dari propinsi-propinsi lain. Sakatiga demikian harum dan terkenal berkat keberadaan dan prestasi MMA ini, sehingga Sakatiga digelari dengan Mekkah Kecil.

 

E. Periode 1967-1976

Tahun 1967 muncul ide beberapa guru MMA Sakatiga untuk menjadikannya Madrasah Negeri dan menyerahkannya kepada pemerintah. K.H. Ahmad Qori Nuri dan murid-murid K.H. Ishak Bahsin di Indralaya seperti H. Ahmad Rifa’i bin H. Hasyim, H. Nurhasyim Syahri, H. Hasanuddin Bahsin (waktu itu sebagai Kerio/Kepala Desa Indralaya) dan Hajiro Burhan memandang bahwa MMA Sakatiga pada hakikatnya lanjutan usaha jihad K.H. Ishak Bahsin yang jika dinegerikan dan diserahkan kepada pemerintah akan kehilangan nilai-nilai sejarahnya.

Untuk memelihara nilai-nilai sejarah dan keberkahan K.H. Ishak Bahsin, maka murid-murid beliau tersebut dengan dukungan penuh pengusaha-pengusaha dan tokoh-tokoh masyarakat Indralaya H. Yahya Gani, H. Ahmad Romli bin H. Hasyim, Syukri bin H. Hasyim, K. Azro’i Muhyiddin, Ilyas Ishak, Ahmad bin Abdul Rozak, M. Rodi, Hasanuddin Hasan (Mang Udin) dan Ahmad Luthfi bin H. Hasanuddin, mereka sepakat memindahkan MMA Sakatiga ke Indralaya dan meminta K.H. Ahmad Qori Nuri untuk memimpin madrasah. K.H. Ahmad Qori Nuri menyepakati permintaan ini dan mengajak adik-adiknya K..Abdul Hamid Nuri, K. Buhairi Nuri, K. Azhari Nuri dan K. Amin Nuri untuk mengajar.

Pada 10 Juli 1967 resmi berdiri MMA Al-Ittifaqiah di Indralaya, dan mendapat surat izin/persetujuan Inspeksi Pendidikan Agama Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Sumatera Selatan tanggal 28 Juli 1967 No. 1796/AI/UM/F/1967. Sedang MMA Sakatiga berubah status menjadi MAAIN (sekarang MAN Sakatiga) dan MTsAIN (sekarang MTsN Sakatiga).

MMA Al-Ittifaqiah Indralaya ini memiliki dua tingkatan; Tsanawiyah (setara SMP) masa belajar 4 tahun dan Aliyah (setara SMA) masa belajar 3 tahun. Sejak awal berdiri telah memiliki 80 orang santri. Tempat belajar pada waktu itu menumpang di gedung Madrasah Ittifaqiah Islamiah (MII) Indralaya yang terletak di dekat masjid Kubro Indralaya. MII ini sudah berdiri 1 tahun sebelumnya. MII saat itu setingkat Ibtidaiah dengan masa belajar 4 tahun.

Adalah H. Ahmad Rifa’i bin H. Hasyim mewakafkan tanah seluas 80 x 50 m2 (4000 m2). Tanah wakaf ini adalah cikal bakal dari kampus A yang menjadi pusat kegiatan pondok pesantren al-Ittifaqiah pada saat ini.

Pada awal 1968 dibangun gedung belajar semi permanen 3 lokal di atas tanah wakaf ini. Tetapi belum lama dipakai, pada akhir tahun 1968 gedung ini roboh ditiup angin puting beliung. Awal tahun 1969, di atas reruntuhan gedung lama dibangun pula gedung belajar permanen berbentuk L dan mulai digunakan awal tahun 1970.

1969 didirikan Yayasan Perguruan Islam Al-Ittifaqiah dengan Akte Notaris Aminus Palembang nomor 2 Januari 1969. Pengurus yayasan ini terdiri dari : Penasehat (Hajiro Burhan dan Ahmad bin Abdul Rozak), Ketua (H. Hasanuddin Bahsin), Wakil Ketua (K.H. Ahmad Qori Nuri), Sekretaris (Ilyas Ishak), Bendahara (H. Ahmad Rifa’i bin H. Hasyim), Anggota (Nur Hasyim bin Syahri, M. Rodi bin H. Abdul Halim, dan H.M. Romli bin H. Hasyim).

Yayasan ini memayungi MMA Al-Ittifaqiah dan MII. Dengan demikian Yayasan Perguruan Islam Al-Ittifaqiah mempunyai 3 tingkatan pendidikan, yaitu tingkat Aliyah (setara SLTA), tingkat Tsanawiyah (setara SLTP) dan tingkat Ibtidaiah. Karena masih mengacu pada al Azhar Mesir, maka saat itu tingkat Aliyah masa belajarnya 3 tahun, Tsanawiyah 4 tahun dan Ibtidaiah 4 tahun.

Pada era ini Mudir K.H. Ahmad Qori Nuri dibantu secara intens oleh 5 tenaga utama, yaitu: Kyai Azro’i Muhyiddin sebagai Sekretaris, Kyai Buhairi Nuri sebagai Bendahara, Kyai Abdul Hamid Nuri bidang kurikulum dan pendidikan, Kyai Azhari Nuri bidang Kesantrian dan Kyai Lutfi Hasanuddin bidang Humas. Didukung aktif pula oleh Abdullah Zuhdi bagian pertukangan.

Sedangkan di Yayasan aktif bekerja sebagai Pengurus K.H. Hasanuddin Bahsin dan K.H. M Amin Nuri, masing-masing secara bergiliran sebagai Ketua Yayasan, H. Ahmad Rifa’i Hasyim sebagai Bendahara, H. M. Romli H. Hasyim dan H. Yahya Gani sebagai Penasihat, juga K.H. Nurhasyim Syahri sebagai penasihat yang sekaligus Kepala Madrasah Ibtidaiah. Beliau-beliau itu tetap aktif pada masa peralihan status.

Namun Kiyai Azro’i Muhyiddin wafat pada tahun 1984. Almarhum seorang pekerja keras yang sangat ikhlas, administratur yang telaten dan rapi. Tahun 1985 menyusul wafat K.H. Nurhasyim Syahri yang dikenal keikhlasannya dan kesetiannya pada PPI. Mulai 1986 sampai 1995, berturut-turut berpulang ke rahmatullah K.H. Hasanuddin Bahsin, K.H. M Amin Nur, H. Romli H. Hasyim dan H. Ahmad Rifa’i H. Hasyim. Mereka merupakan pejuang-pejuang, pendiri dan pengkhidmat PPI yang amat ikhlas, tekun, sabar, rajin dan luar biasa pengorbanan waktu, harta, tenaga, pikiran dan perasaanya untuk PPI yang wajib menjadi teladan yang baik bagi kader penerus PPI.

 

F. Periode 1976-1998

Era Peralihan Status Madrasah ke Pondok Pesantren

K.H. Ahmad Qori Nuri sebagai pimpinan MMA Al-Ittifaqiah Indralaya dikenal sebagai sosok ulama yang mempunyai integritas tinggi dan konsisten, juga berpikiran modern dan berwawasan luas. Dalam diri beliau berpadu antara konsistensi terhadap tradisi salaf dan pemikiran kholaf sekaligus.

Ketika pemerintah menawarkan MMA sebagai madrasah murni dengan kewajiban untuk memakai kurikulum madrasah Departemen Agama secara penuh dengan meninggalkan kitab-kitab kuning (Al-Kutub Al-Turotsiah) maka beliau menolaknya. Beliau memilih tipe/model pendidikan Pondok Pesantren yang tetap mempertahankan tradisi salaf dengan kitab kuning sebagai ciri khasnya, tetapi dengan sistem Madrasah.

Maka pada tanggal 11 Maret 1976, MMA Al-Ittifaqiah berubah status menjadi Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah dan dilaporkan oleh Yayasan kepada Departemen Agama RI dengan surat nomor 504/YPI-3/76 tanggal 11 Maret 1976. Pada tahun ini, tingkat Tsanawiah yang semula 4 tahun disesuaikan menjadi 3 tahun. MII yang semula langsung di bawah Yayasan dengan struktur kepengurusan terpisah dari MMA, diubah menjadi bagian dari Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah.

Dengan demikian jenjang pendidikan dalam Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah pada waktu itu adalah Madrasah Aliyah 3 tahun, Madrasah Tsanawiyah 3 tahun dan Madrasah Ibtidaiah masih 4 tahun.

Status sebagai Pondok Pesantren memang telah terpenuhi yaitu adanya asrama santri (dibelakang gedung madrasah), musholla (masjid) dan Kyai, bahkan program-program kepesantrenan memang sudah lama dilaksanakan. Tetapi memang pada tahun ini santri yang bermukim masih sekitar 10% sedang 90% masih menyewa di rumah-rumah masyarakat atau asrama-asrama yang dibuat oleh masyarakat.

Era Sulit

Tahun 1984-1988 merupakan era sulit bagi PPI. Sejalan dengan masa baru tibanya modernitas di daerah-daerah yang ditandai sikap hidup materialistik maka seluruh pesantren dan Madrasah di Sumatera Selatan dan daerah-daerah lain di luar Jawa mengalami krisis santri. Situasi ini pun melanda PPI. Banyak pesantren dan madrasah mengalami situasi hidup segan mati pun tak mau. Adalah K. Buhairi mengusulkan kepada K.H. Ahmad Qori Nuri sebagai Mudir agar santri digratiskan untuk menarik minat masyarakat. Sedangkan untuk pembiayaan operasional dan pembangunan fasilitas adalah dengan cara menghimpun dana dari para donatur. Usul ini disetujui dalam musyawarah pengurus dan dewan guru.

Untuk menghimpun dana ini beberapa tenaga guru muda dikerahkan yaitu ustaz Mubarok Hanura, ustaz Irham Sulaiman, ustaz Fathurrahman Talang Dukun, ustaz Miftah MAY dan ustaz Agus A.Rifa’i. Ustaz-uztaz muda yang dikomandani ustaz Mubarok Hanura inilah yang memback-up Mudir K.H. Ahmad Qori Nuri dalam mengurus program pendidikan, administrasi, sarana dan prasarana dan dakwah.

Era Kebangkitan & Pengembangan

Pada tahun 1986 atas perintah Mudir, dimulai program dakwah keliling desa yang dikoordinasi oleh ustaz Mubarok Hanura dimana beliau sendiri sebagai penceramah. Tim dakwah merambah desa-desa di Kecamatan Kayuagung, Sirah Pulau Padang, Pampangan, Tulung Selapan, Tanjung Lubuk Komering dan Tanjung Raja serta Kabupaten Muara Enim dan Muba. Pada tahun 1987 PPI bangkit dari krisis santri. Sejak itu PPI kebanjiran santri. Begitulah seterusnya, sehingga PPI kekurangan asrama dan kelas.

Pada periode 1988-1990 dimulai era pengembangan PPI. Dengan penuh kegigihan dan keikhlasan, K.H. Ahmad Qori Nuri, mendatangkan 4 tenaga tambahan untuk melakukan pengembangan. Anak beliau K.H. Muhsin Qori (dipanggil dari Kotabumi Lampung Utara 1988) dan Drs. K.H. Mukhlis Qori (dipanggil dari Belitang OKU 1989) untuk berjuang menata pesantren: menata program pondok, manajemen pendidikan, administrasi, keuangan dan menyiapkan asrama untuk menampung santri yang berdatangan dari berbagai Kabupaten di Sumatera Selatan dan luar provinsi Sumatera Selatan.

Untuk pembinaan santri dan pengembangan program pendidikan, beliau merekrut muridnya yang baru tamat IAIN Palembang dan baru selesai memimpin HMI Cabag Palembang dan HMI Badko Sumbagsel, Drs. Humaidi Sibawaihi (1989). Ketiganya menjadi Wakil Mudir, masing-masing Drs. Moechlies Qorie Wakil Mudir 1 bidang Pendidikan Pengajaran, K. Muhsin Qori Wakil Mudir 2 bidang Keuangan dan Sarana Prasarana dan Drs. Humaidi Sibawaihi Wakil Mudir 3 bidang Kesantrian. Guna memperkuat administrasi Keuangan, beliaupun memanggil khusus adiknya, yaitu K. M. Aliyisshofi (ahli pembukuan) yang saat itu berada di Ranau OKU (1990) untuk mengatur keuangan dan diangkat sebagai Bendahara. Pada tahun 1988 H. Alamsyah Ratu Perwira Negara Menko Kesra pada waktu itu memberi bantuan 1 unit Gedung Belajar (4 lokal).

Pada tahun 1990, K.H. Ahmad Qori Nuri mengembangkan program pendidikan, yaitu mendirikan lembaga Tahfizh Tilawah Ilmu Al-Qur’an (LEMTATIQI), yang fokus melaksanakan pembinaan Thafizh, ilmu-ilmu serta keterampilan Al Qur’an seperti Qiro’at Sab’ah dan Seni Baca Al-Qur’an. Untuk pembinaan tahfizh di Lembaga ini, beliau mengutus anaknya Drs. K.H. Moersjied Qorie untuk membangun kerjasama dengan pesantren An-Nur Bantul pimpinan Fadhilatus Syeikh K.H. Nawawi Abdul Aziz Al-Hafizh yang merespon dengan menikahkan muridnya ustazah Muyassaroh Al-Hafizhoh dengan kader PPI ustaz M. Nasir Agus Harun, sekaligus menugasi ustazah Muyassaroh Al-Hafizhah menjadi Pembina Tahfizh di Al-Ittifaqiah, dimulai tahun 1990.

Pada tahun yang sama, K.H. Ahmad Qori Nuri memperkuat pembinaan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Beliau mengutus anaknya K.H. Muhsin Qori dan Mudrik Qori yang masih studi di IAIN Jakarta membina kerjasama dengan pesantren Al-Ihsan Beji Purwekerto pimpinan K.H. Abdul Hamid dan ustaz Syarif yang kemudian mengutus muridnya ustaz Muhyiddin Ahmad Sumedi dan ustaz Saifuddin sebagai guru Bahasa Arab-Inggris. Tahun 1991 ustaz Saifuddin diganti dengan ustaz Tiram/Ahmad Ridho Ranusuwiryo, sedang ustaz Muhyiddin tetap bertahan, bahkan memboyong istri dan anak-ananya. Sejak saat itu, Bahasa Arab dan Inggris menjadi bahasa komunikasi sehari-hari para santri.

Era Reformasi

Karena jumlah santri semakin bertambah dan kegiatan pendidikan serta lainnya juga semakin banyak, maka pada bulan Juni 1991 Al-Mukarrom K.H. Ahmad Qori Nuri, memanggil pulang anaknya Mudrik Qori yang baru selesai kuliah di Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab untuk membantu beliau yang kemudian diangkat Yayasan sebagai Wakil Mudir.

Atas persetujuan Mudir, maka Wakil Mudir menerapkan 3 strategi perkuatan PPI; membina komunikasi intensif dengan pemerintah, masyarakat dan media (keterbukaan) berkomitmen memposisikan diri sebagai lembaga netral dan mandiri, tidak berpartai dan tidak berafiliasi kepada organisasi tertentu (independen) dan melakukan pembaruan yang kritis dengan tetap berpegang pada tradisi pesantren (pembaruan-modernisasi).

Di bidang pendidikan, dilakukan pembaruan kurikulum, perkuatan program tahfizh, dan perkuatan program Bahasa Arab dengan mengambil tenaga pengabdi dari KMI Gontor yaitu ustaz Bujang Tember yang kemudian diangkat sebagai Ketua Lembaga Pengembangan Bahasa Arab. Sedangkan Bahasa Inggris tetap ditangani ustaz Muhyiddin dan ustaz Ahmad Ridho Ranusuwiryo. Berbagai macam program pendidikan diadakan yang menarik minat masyarakat, sehingga tiap tahun jumlah santri mengalami peningkatan.

Pada tahun itu juga Mudir memanggil anaknya Muslih Qori yang baru selesai belajar di Lembaga Pengembangan Bahasa Arab Saudi di Jakarta yang dikonsentrasikan pada pengasuhan santri dan dakwah untuk masyarakat, sehingga makin menyemarakkan, mengharumkan dan memperkuat mutu PPI.

Pada tahun yang sama, Yayasan mengangkat K.H. Moersjied Qorie sebagai Ketua Umum Yayasan Perguruan Islam Al-Ittifaqiah sebagai induk PPI. Sejak itu Yayasan amat sibuk menghimpun dana, membangun fasilitas, mengelola dapur, kantin, warung dan usaha-usaha di luar, sehingga untuk itu Yayasan merekrut alumni Bapak Vaishol Sandrogi untuk bidang pembangunan, Ribhun Zaini Bidang Keuangan, Hipni Zaini bidang usaha di luar dan pemberdayaan masyarakat serta Hijriah Ribhun untuk urusan dapur, kantin dan waserda.

Pada tahun 1994, Yayasan menambah lahan untuk asrama yang berasal dari wakaf H. Haspi (1 kapling 9×67 m) dan wakaf H. Mukrom As’ad (2 kapling 18×67 m), membangun beberapa unit asrama baru dari swadana, mendapat bantuan Bupati OKI H. Rasyid Rais berupa 1 unit Asrama, membangun RKB, MCK dll.

Wafat Mudir Awal

Pada hari Senin, 11 April 1996 Mudir Fadhilatus Syeikh K.H. Ahmad Qori Nuri wafat dalam usia 85 tahun. Sungguh umat kehilangan amat besar. Kehilangan teladan mukhlis sejati (amat dikenal dengan keikhlasannya), mujahid besar, insan istiqomah dalam pedidikan & dakwah, penyabar, dahsyat dalam perjuangan (4 doktrin beliau: Ikhlas, kerja keras/mujahadah, istiqomah dan sabar). Almarhum benar-benar pendidik sejati, menerima yatim, anak amat nakal, amat bodoh dan amat miskin sebagai santrinya. Selalu berpesan jangan pernah menolak mereka. Jangan pernah memberhentikan santri karena soal bayaran. Beliau insan pengasih dan baik hati, sering memberi beras dan pakaian pada santri tidak mampu, gemar bersedekah, acap kali berhutang untuk membantu orang yang memerlukan. Paling terusik dan amat peduli jika ada orang bermasalah dan sudah pasti beliau menyelesaikkannya, meski ia sendiri mempunyai masalah.

Almarhum hidup sederhana, mendahulukan kepentingan Allah dan Rasul daripada kepentingan pribadi. Mengalihkan bantuan untuk rumahnya yang sudah rukuk dan reyot ke pembangunan fasiltas pondok, berbungkuk badan mencari kayu-papan untuk asrama (bantuan H. Dakok, H. Abu Hasan, H. Syamsuddin dan H. Syafei, dll) padahal rumahnya sendiri bocor dan beberapa dindingnya tembus cahaya. Kemana-mana mencari rizki untuk pondok. Kerap benar apa yang menjadi hak pribadinya, dipersembahkan untuk pondok, tidak sebaliknya.

Almarhum menguasai berbagai bidang ilmu (multi Flyer): tafsir, hadits, mantiq, fiqh, nahwu, shorof, balaghoh, faroid, tauhid dll, tidak sekadar bisa mengajarkannya, tetapi pakar/ahli yang menjadi mashdar/marja’/rujukan. Beliau salah satu pakar dalam penerbitan buku Kompilasi Hukum Islam yang terkenal.

Dalam hal pondok, beliau menanamkan sikap Independen. Ketika Syarikat Islam Pusat (SI) menawarkan bantuan asalkan PPI menjadi pondok SI, beliau menolaknya. Saat partai Golongan Karya (Golkar) menawarkan bantuan besar dengan syarat PPI menjadi Golkar, beliaupun menolaknya. Beliau selalu menegaskan: pisahkan saya pribadi yang SI dan PPP, dengan pondok yang independen, jangan dicampuradukkan. Beliau berpesan, PPI harus independen, tidak berpartai, tidak berafiliasi ke organisasi apapun, namun harus milik semua dan untuk semua. Beliaupun beramanah, siapapun kelak yang menjadi Mudir Pondok: jangan berpartai dan jangan menjadi partisipan organisasi besar tertentu. Sebab sebagian besar umat tidak bisa memisahkan antara pribadi dan lembaga.

Saat beliau wafat, Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah berhasil mengasramakan seluruh santri yang berasal dari luar kecamatan Indralaya yang mencapai angka 80% dari jumlah santri keseluruhan lebih kurang 700 orang (1994). Lahan pesantren pun meningkat dari semula 4000 m2 menjadi 33.330 m2. Gedung asrama, gedung belajar, dan kantor pun bertambah cukup signifikan.

Ba’da wafat K.H. Ahmad Qori Nuri 11 April 1996 itu, kepemimpinan pondok ini dijalankan oleh Wakil Mudir Drs. K.H. Mudrik Qori. Dari Agustus 1997 sampai dengan Mei 1998 K. Muslih Qori menjadi Mudir pondok ini.

 

G. Periode 1998-2003

Pada Juni 1997 Yayasan Perguruan Islam Al-Ittifaqiah dipimpin Drs. K.H.M. Moerjied Qorie dan segera melakukan perubahan nama menjadi Yayasan Islam Al-Ittifaqiah (YALQI) dan menguatkan organisasinya dengan menyempurnakan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), Pedoman Umum Yayasan dan peraturan-peraturan lainnya. Beberapa bulan kemudian Yayasan mengangkat K. Muslih Qori sebagai Mudir dan Drs. Mudrik Qori sebagai Wakil Mudir.

Setelah setahun memimpin, pada bulan Juni 1998 K. Muslih Qori diamanati turun ke gelanggang politik untuk aktif di Partai dan bersiap-siap turut serta dalam Pemilihan Anggota Legislatif pertama di era Reformasi (1999) dengan target menjadi anggota Dewan dalam rangka memberi warna dan mengusung misi dakwah, guna mengambil peran menciptakan Kabupaten Santri, Ogan Ilir, yang dikala itu sudah santer sebagai pemekaran dari Ogan Komering Ilir.

Maka pada bulan Juni 1998 itu pula Yayasan mengangkat dan memberikan amanat kepada Drs. K.H. Mudrik Qori, M.A. sebagai Mudir Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah dan ustz Mubarok Hanura sebagai Wakil Mudir. Sebagai pemegang amanat, Drs. K.H. Mudrik Qori, M.A. secara serius melakukan penguatan SDM, organisasi, manajemen, jaringan, pendanaan, sarana prasarana dan program pendidikan dalam upaya semakin meningkatkan kemajuan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah.

Alhamdulillah, dengan dukungan penuh Wakil Mudir Ustadz Mubarok Hanura, S.H., para pengurus, karyawan, guru, wali santri, alumni, masyarakat, dan pemerintah, beliau dapat menghantarkan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah sebagai Pesantren yang dipercaya, maju dan berprestasi.

Pada era ini, setiap tahun banyak santri mendapat beasiswa luar negeri (Mesir, Sudan, Yaman dan Syiria). Prestasi santri dan binaan pondok ini pada MTQ/ STQ baik di tingkat lokal kabupaten, regional Sumatera Selatan, maupun nasional dan internasional semakin signifikan. Prestasi seni dan olahraga santri juga menggaung secara Nasional dalam Pekan Olahraga dan Seni antar Pondok Pesantren Nasional (POSPENAS). Bahkan pada tahun 1999 Departemen Agama memberikan pengakuan kepada Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah sebagai Pondok Pesantren unggulan.

Telah lahir pula pada era ini belasan hafizh/hafizhah dan mufassir/mufassirah yang mampu tampil bersaing dan berprestasi pada MTQ/ STQ nasional. Santri Al-Ittifaqiah juga mendapat undangan Program JENESYS ke Jepang tahun 2008 dan 2009.

Pada tahun 1999, PPI memperkuat organisasi dengan membentuk tiga lembaga, yaitu Lembaga Seni, Olahraga dan Keterampilan (LESGATRAM), Lembaga Bahasa (LEBAH) dan Lembaga Dakwah dan Pengabdian Masyarakat (LEDAPPMAS). Sehingga lembaga setara di pondok ini menjadi empat, melengkapi Lembaga Tahfidzh, Tilawah dan Ilmu Al-Qur’an (LEMTATIQI) yang berdiri pada tahun 1990.

Pada bulan Juni tahun 2000, PPI melengkapi jenjang pendidikan dalam sekolah (formal) dengan mendirikan Taman Kanak-Kanak Islam dan pencanangan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiah Al-Qur’an (STITQI) oleh Menteri Agama Republik Indonesia pada waktu itu, Drs. H. Tolhah Hasan.

STITQI yang dipimpin pertamakali oleh Drs. A. Duani Sya’ari, M.A. itu langsung membuka pendaftaran dan melaksanakan perkuliahan. Tahun 2001 Ketua Umum yayasan KH Drs. M. Moersjied Qorie mendatangkan Wapres Hamzah Haz meresmikan TK Islam dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Quran Al-Ittifaqiah (STITQI). Pada tahun ini juga didirikan pula Madrasah Ibtidaiah (6 Tahun) standar Departemen Agama yang dipimpin pertama kali ole Drs. Ahmad Riyadh Ramli (Madrasah Ibtidaiah 4 tahun diubah menjadi Madrasah Diniah Salafiah standar Departemen Agama).

Dengan demikian, sejak tahun ini PPI memiliki seluruh jenjang pendidikan; TK, Madrasah Ibtidaiah, Madrasah Diniah, Madrasah Tsanawiah, Madrasah Aliyah, dan Sekolah Tinggi.

 

H. Periode 2003-2008

Pada tahun 2003, ustaz Mubarok Hanura, S.H mendapat amanah menjadi Ketua Umum Yayasan Islam Al-Ittifaqiah.

Pada tahun 2004, PPI membuka pula Program Pendidikan Luar Sekolah berupa TKQ/ TPQ untuk masyarakat dan Pesantren Tinggi untuk mahasiswa. Pada 30 Juni 2005 mendirikan Lembaga Otonom yaitu Pusat Pengkajian Masyarakat dan Budaya (PUSPAMAYA) yang dipimpin Drs. Saudi Berlian, M.Si. Bulan Agustus 2005, diselengarakan kegiatan Training of Trainers (TOT) Pemberdayaan Pesantren dan Madrasah Sumatera Selatan bekerja sama dengan PPIM UIN Jakarta, PUSKADIABUMA Pasca Sarjana UIN Yogyakarta dan DANIDA Denmark.

Sampai saat ini PUSPAMAYA telah menyelenggarakan pelatihan pengembangan Pesantren dan Madrasah se-Sumatera Selatan yang sudah berlangsung 12 kali, yang melibatkan 360 praktisi Pesantren dan Madrasah se-Sumatera Selatan, para kyai dan Nyai pimpinan pesantren modern dan tradisional, kepala madrasah, guru, santri aktivis dan tokoh masyarakat yang cinta pesantren.

Untuk meningkatkan kegiatan pemberdayaan, Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah membentuk Pusat Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PUSDEM), dipimpin pertama kali oleh Ir. Hifni Zaini. Selain tiga lembaga ekonomi yang sudah ada, yaitu Kopontren Al-Ittifaqiah, Koperasi Wanita Al-Ittifaqiah, dan lembaga yang mandiri dan mengakar pada masyarakat (LM3). Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah juga mendirikan lembaga yang bergerak pada bidang hak asasi manusia dan pemantauan kebijakan yang diberi nama AVICENNA INSTITUTE, yang dipimpin oleh Aji Alamsyah, S.IP., M.Si.

Dalam kerangka pemberdayaan perempuan dua lembaga didirikan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah yaitu IWAPPI (Ikatan Wanita Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah) dan PUSDAP (Pusat Pemberdayaan Perempuan) yang dipimpin pertama kali oleh Dra. Hj, Nitayana Abubakar.

Pada era ini dibangun Mes Tamu bantuan Plt. Bupati Ogan Ilir H. Indra Rusydi, mendapat bantuan Aula dari Gubernur Sumsel H. Syahrial Oesman, membangun Gedung belajar 2 lantai berbentuk L di bagian depan sisi kiri Kampus A. di bangun pula dibelakangnya 2 Ruang Belajar bantuan Dr. Ir. Eddy Marlan, AK., M.B.A , 1 unit RKB bantuan Depag via Bpk. H. Firdaus Basuni Direktur Mapenda, 1 unit Mushalla bantuan Kuwait via K.H. Suryadi Batumarta/Dewan Dakwah Islam Jakarta, lantai 2 Asrama Rasyid Rais, Asrama Mubarok, fasilitas MCK dan Sumber Air Bersih.

Pada tahun 2005, mendapat wakaf lahan sawit 50 hektar dari masyarakat desa Parit Indralaya Utara melalui Kades Helmi dan wali santri Ikhwan. Kades Tanjung Laga Banyuasin H. Syafe’i juga “menyatakan” berwakaf lahan 50 hektar untuk Kebun Sawit dan 1 hektar lahan pendidikan di samping RRI Indralaya.

Tahun 2006 PPI memperoleh wakaf 1 unit Masjid 22 x 25 m2 dari Pengusaha Kaya dan Dermawan Kemas H. A. Halim Ali. Beliau membiayai sepenuhnya pembangunan Masjid ini yang pembangunannya dikomandani orang kepercayaan beliau H.Shiddiq, Ketua PITI Sumsel waktu itu. Masjid ini diberi nama Masjid At-Thoriq diambilkan dari nama anak Kemas H. A. Halim Ali yang bernama Muhammad Thoriq dari istri beliau Yuli yang masih keluarga dekat Mudir PPI.

Pada tanggal 3 Syawal tahun 2008, Ketua Umum Yayasan Islam Al-Ittifaqiah ustaz Mubarok Hanura wafat dalam usia muda 41 tahun, namun memiliki prestasi luar biasa dan meningglkan karya yang prestisius. Pada masa almarhum masih hidup, Yayasan Islam Islam Al-Ittifaqiah mendapat penghargaan Yayasan Islam terbaik di Provinsi Sumatera Selatan dari Dinas Sosial Propinsi Sumatera Selatan, Dapur Umum terbaik untuk pesantren se-Sumatera Selatan dari Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan dan pengukuhan Pondok Pesantren Unggulan dari Departemen Agama Pusat yang sebelumnya diberikan tahun 1999.

Almarhum seorang mukhlis yang patut diteladani dimana pada saat Al-Ittifaqiah mengalami masa sulit, ia mengorbankan dirinya tidak kuliah di perguruan tinggi untuk membantu Mudir Fadhilatus Syeikh K.H. Ahmad Qori Nuri yang sudah tua dan mulai lemah (1984-1988), meski Mudir berulang kali mendorongnya untuk kuliah di Yogyakarta atau Jakarta. Amarhum mujahid amat gigih dan berani, penceramah ulung, administratur profesional, disainer handal (Logo dan Gedung Forpess/Forum Pesantren Sumatera Selatan adalah karya beliau), ahli komunikasi dan menguasai IT (otodidak) pada masa IT dan Komputer belum begitu dikenal di Ogan Ilir.

 

I. Periode 2008-sekarang

Pada tahun 2008, Ketua Yayasan Islam Al-Ittifaqiah alm. Ustadz. Mubarok Hanura, S.H. digantikan oleh Drs. K.H. Syamsul Bahri HAR sebagai Ketua yang didampingi Sekretaris ust. Muhyiddin As, M.A. Yayasan mengangkat 3 Wakil Mudir untuk mendukung kinerja besar Mudir yaitu: Wakil Mudir 1 bidang Pendidikan Pengajaran (ustaz Muhyiddin As, M.A.), Wakil Mudir 2 bidang Keuangan Kesejahteraan Sarana Prasarana (ustaz Drs. H. Mardhi Nuh) dan Wakil Mudir 3 bidang SDM & Dakwah (K.H. Mukhlis Mansur).

Pada tahun 2009 PPI mendapat tanah wakaf 4 Ha di desa Tanjung Lubuk Indralaya Selatan dari Bapak H. Mukrom As’ad, Ak. Lahan ini kini menjadi Kampus D khusus untuk santri putra.

Pada tahun 2010 membebaskan lahan dan bangunan di samping Kampus A yang kini menjadi Kampus C yang dimanfaatkan tahun itu juga untuk tempat belajar TK Islam dan Madrasah Aliyah putri. Pada tahun ini juga berdiri Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an yang pertama kali dipimpin oleh ustaz Suryadi, S.Ag.

Pada tahun 2011, berdiri Madrasah Tahfizh Lil Athfal, khusus untuk anak-anak usia TK dan MI/SD, pertama kali dipimpin ustaz Zaimuddin, Al-Hafizh, M.S.I. Tahun 2012 didirikan Lembaga Publikasi Al-Ittifaqiah yang melahirkan majalah dan Radio Dakwah 96.3 FM yang peralatannya merupakan wakaf Ir. H. Rosichan Bayumi. Lembaga yang pertama kali dipimpin ustaz Ferry Heryadi, S.Pd.I. ini juga menerbitkan beberapa buku.

Menyusul pada tahun 2013 berdiri Lembaga Kajian Penelitian Pengembagan dan Penerbitan yang melahirkan Penerbit Al-Ittifaqiah dan menerbitkan banyak buku. Lembaga ini pertama kali dipimpin ustaz H. Agus Jaya, M.Hum. Berdiri pula Madrasah Al-Qur’an (khusus untuk yang tidak bersekolah), yang berbeda dengan LEMTATIQI yaitu melaksanakan pembinaan tahfizh untuk santri yang sekolah di Tsanawiyah dan Aliyah.

Pada November 2012 mendapat bantuan asrama rusunawa dari Kemenpera (Bapak      H. Suharso Monoarfa) di Kampus D dan selesai pembangunannya pada bulan Juni 2013 (dimasa Menpera H. Djan Faridz). Juli 2013 Kampus D mulai ditempati santri-santri putra kelas 2 Tsanawiyah.

Pada tahun ini juga PPI mendapatkan tanah wakaf 3¼ Ha di Tanjung Lubuk Indralaya Selatan dari Bpk. Zulfikar A. Rosyid berdampingan dengan tanah wakaf Bpk. H. Mukrom As’ad. Menyusul kemudian pembebasan Lahan 1.5 hektar disampingnya dari pemiliknya Ir. H. Nuchrodi, M.M. Dengan demikian luas Kampus D saat ini menjadi 8.75 hektar.

Tercatat di masa ini beberapa projek signifikan yang digarap, diantaranya Penanaman Sawit di lahan 50 hektar, pembelian 7 hektar Kebun Karet, penambahan Sapi, membuka mini market, berternak ikan, mencetak sawah, dll. Pada era ini, yayasan yang dikomandani KH Syamsul Bahri dan Sekretaris ustaz Muhyiddin, diback-up penuh Drs. H. Mardhi M. Nuh dan Badaruddin, S.T., pengurus lainya, Staf khusus H.M. Joni Rusli, S.Pd.I. dan Jimi Ismail, S.Pd.I. serta Tim Ahli (Ir. H. Fuad Sobri, H. Fahmi dan pak Wito).

Di masa ini, banyak pula membangun Gedung dan mengadakan Fasilitas antara lain:

  1. Kampus A: Pintu Gerbang Kampus, Ruang Humas, Ruang Tunggu Tamu putra-putri, Ruang Puskestren, Gedung Belajar 3 lantai STITQI dan Aula, Asrama santri putri dibelakang Mushalla Marzuqoh, Asrama putra sambungan Asrama Mubarok, Asrama Lemtatiqi Putri, Gedung TPKU, Dapur Umum baru yang luas, perluasan Mushalla putri Marzuqoh, Gedung Belajar 3 lantai 6 RKB, 2 Sungai buatan besar-panjang Sumber Air Bersih dan peternakan ikan di belakang Kampus A, 2 Kolam Raksasa Sumber Air Bersih di Kampus A, dan lain-lain.
  2. Kampus B: perluasan lahan, Gedung Belajar 2 lantai 6 RKB, Ruang Perpustakaan, MCK dan Kantin.
  3. Kampus C: pembebasan lahan, Gedung Belajar dan Labor 3 lantai 12 Ruangan, 8 ruang belajar alami, 2 ruang belajar semi permanen, Gedung Belajar TK Islam 2 RKB, Kantin, Asrama mahasiswi STITQI, dan lain-lain.
  4. Kampus D: Gedung Asrama 2 lantai berkapasitas 400 santri, Gedung Belajar 3 lantai 12 RKB, 6 unit RKB alami, 1 unit Mushalla, 2 unit perumahan Guru dan Mes Tamu, fasilitas MCK, 2 kolam raksasa Sumber Air Bersih, Lapangan Sepak Bola dan olahraga lain, pos Satpam, I unit Dapur, Kantin, Warung dan ruang tunggu tamu santri (darurat) dan lain-lain

Pada bulan Ramadhan/Agustus 2014 Wakil Mudir 2 H. Drs. Mardhi M. Nuh berpulang ke rahmatullah di rumah dinasnya di Kampus Al-Ittifaqiah, dalam usia 54 tahun. Almarhum adalah teladan bagi hati dan sikap ikhlas beramal, ia contoh bagi kesetiaan dan kepatuhan terhadap Al-Ittifaqiah, insan terpercaya, ahli keuangan yang bekerja detil dan teliti, tekun bekerja tak mengenal lelah dan sakit, ia dianugerahi istri dan anak-anak shalihah nan cinta Al-Quran, dan memang ia penyinta dan pendekar Al-Quran yang bercita-cita tanah miliknya untuk Madrasah Al-Quran yang sudah dicanangkan tahun 2014 saat terakhir kali ia hadir dalam Haflah HUT dan Wisuda tahun 2014.

Untunglah kepergian almarhum meninggalkan seorang kader yang sudah lama ia bina dibidang keuangan dengan prototipe yang sama (ikhlas, pandai mengelola keuangan, tekun, jujur-terpercaya patuh dan setia) yang sehari setelah wafat almarhum langsung didaulat menggantikan almarhum sebagai Wakil Mudir 2 bidang Keuangan Kesejahteraan Sarana Prasarana yaitu H.M. Joni Rusli, S.Pd.I. (33 tahun).

Sampai tahun 2015, PPI memiliki 3.298 orang santri, 344 pengurus/karyawan/guru, 16.255 alumni, 625.000 m2 lahan kampus yang sedang ditempati, 525.000 m2 lahan pengembangan kampus, 1.660.000 m2 lahan usaha perkebunan dan sarana prasarana pendidikan lainnya.