Oleh: H. Windo Putra Wijaya, MA.*

 

“Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan ‘alat’ bernada nyaring yang demikan mampu dan berani, serta demikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yang dibaca Muhammad (Al-Quran).” (H.A.R. Gibb)

Merenung. Akhir-akhir ini aktifitasku kadang-kadang tak jauh dari itu. Saat di rumah, perjalanan, hingga dalam kegiatan yang lain pun kadang aku sering merenung. Tapi entah kenapa kadang kutemukan ketenangan setelah melakukan kebiasaan baruku. Seperti malam itu. Lantunan tilawah ayat suci Al-Quran di komputer mengalun begitu indah. Surat An-Nisa yang dibacakan oleh Imam Al-Mathrud terdengar syahdu menyentuh qalbu. Ah jadi ingat Rasulullah Saw. kala ia menangis ketika sahabat Abdullah bin Mas’ud membacakan surat ini kepada beliau. Sungguh akan menghasilkan nuansa tersendiri ketika ayat-ayat suci Al-Quran mampu meresap dalam qalbu seorang hamba dan pada saat yang bersamaan mampu menambah keimanan dalam dadanya.

Bicara tentang Al-Quran memang tidak akan pernah habis-habisnya. Tak salah kalau di katakan bahwa tidak ada satupun bacaan di dunia yang sanggup menandingi kitab suci Umat Islam itu. Dari segi susunan redaksi dan keindahan bahasanya, Rasulullah Saw. seakan menjadi ‘bintang kelas’ kala menghadapi kaum Quraisy yang waktu itu terkenal dengan ahli bahasa. Tercatat, sosok seperti Umar bin Khattab Ra. masuk Islam setelah mendengar Al-Quran yang dibacakan oleh saudaranya. Abu Jahal pun tak jauh berbeda dengan Umar bin Khattab Ra. Hanya saja keangkuhan Abu Jahal berhasil mengalahkan suara nuraninya untuk mengakui kebenaran Al-Quran.

Kehebatan Al-Quran tak hanya menuai pujian dan pengakuan pada zaman ia diturunkan saja. Dalam konteks kontemporer, seorang orientalis bernama H.A.R. Gibb pernah menulis bahwa: “Tidak ada seorang pun dalam seribu lima ratus tahun ini telah memainkan ‘alat’ bernada nyaring yang demikan mampu dan berani, serta demikian luas getaran jiwa yang diakibatkannya, seperti yang dibaca Muhammad (Al-Quran).”

Benar-benar sebuah mukjizat yang luar biasa, sampai kaum Quraisy yang terkenal dengan ahli sastra pun tak mampu menandingi kehebatan Al-Quran, bahkan untuk sekedar membuat satu surat semisal Al-Quran. Maha benar Allah yang merilis dalam salah satu ayat-Nya: “Dan jika kamu tetap ragu dengan Al-Quran yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad Saw.), maka buatlah satu surat semisal Al-Quran dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah Swt., jika kamu orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuatnya, dan pasti sekali-kali kamu tidak akan dapat membuatnya, maka peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang di sediakan bagi orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 23-24)

Satu yang cukup menarik, bahwa ternyata Al-Quran diturunkan oleh Allah Swt. melalui perantara Malaikat Jibril As. pada bulan Ramadan. Sebuah padanan yang serasi. Kitab yang mulia, diturunkan kepada nabi yang mulia pada bulan yang penuh dengan kemuliaan. Ah, ia (Al-Quran) terlalu mulia untuk di lukiskan dengan kata-kata.

Saat ini, kala purnama Ramadan baru saja berlalu, masih tersisa kesempatan untuk meraih berbagai macam ganjaran pahala yang berlipat. Sungguh sebuah kerugian yang sangat besar ketika kita melewatkan bulan penuh rahmat ini begitu saja. Umpama seorang karyawan. Ia tentu akan merasa senang ketika mendapatkan gaji yang berlipat dengan kerja yang sama.

Sebuah renungan bagi kita, sudah sejauh mana interaksi kita dengan Al-Quran selama ini. Sudahkah kita menjadikan Al-Quran sebagai bacaan rutin kita setiap hari. Sepele sepertinya. Tapi itulah kenyataannya. Terkadang kita sering lupa dengan hal-hal yang sepele. Nah, jika interaksi kita selama ini masih kurang, tak inginkah kita menjadi golongan orang-orang yang kelak akan diberikan syafaat oleh Al-Quran. Saya jadi teringat dengan apa yang disabdakan oleh kanjeng Nabi Saw. bahwa salah satu dari sifat hasad yang di perbolehkan dalam Islam adalah adalah hasad kepada orang yang di berikan kepadanya Al-Quran dan Ia membacanya sepanjang waktu.

Apalagi nanti ketika masuk sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadan, fase yang sangat menentukan keberhasilan seorang hamba di ‘Madrasah Ilahiyyah’ ini. Ibarat sebuah perlombaan lari, sepuluh hari terakhir ini menjadi detik-detik yang menegangkan. Apakah kita bisa menyentuh garis finish atau tidak. Apakah ampunan dari segala dosa yang dijanjikan bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa dengan iman dan mengharap Rida Allah Swt. mampu kita raih. Mari kita maksimalkan kesempatan emas ini dengan mengoptimalkan semua amaliah-amaliah kita.

Terakhir, kita berdoa mudah-mudahan kita tidak termasuk ke dalam barisan orang-orang yang merugi; mereka yang berpisah dengan bulan Ramadan namun tidak mendapatkan ampunan dari Allah Swt. Semoga momentum Ramadan ini benar–benar dapat kita maksimalkan dan pada akhirnya, syafaat Al-Quran yang akan diberikan kepada mereka yang membacanya dapat kita tunai, kelak di hari kemudian. Wallahul Musta’an.[]

*Staf Pengajar Subject Quran dan Sunnah di Kollej Universiti Islam Selangor (KUIS), Malaysia.